RanahCendekia.com – Banyak orang bertanya, apa hubungan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) dan Kerapatan Adat Nagari (KAN)?
Dikutip dari FIKIR.ID, jaringan bandasapuluah.com, esensi dan substansi kedua organisasi adat ini adalah sama. Yaitu “memfasilitasi pewarisan dan pelaksanaan adat” oleh pemilik adat itu sendiri.
Siapa pemilik adat itu? pemiliknya yakni limbago adat ninik mamak dipimpin datuk penghulu di kaumnya.
Sedangkan status (kedudukan) kedua organisasi adat itu berbeda. LKAAM ialah organisasi adat terstruktur dari provinsi sampai kecamatan.
Sementara itu, organisasi KAN kukuh di nagari. Ia tidak boleh dimasuki oleh organisasi adat manapun dan apapun, karena otonomi di nagari.
Perlu diketahui, KAN bukanlah anak buah LKAAM. LKAAM hanya sebatas koordinatif dengan KAN.
Sejarah Berdirinya LKAAM dan KAN
LKAAM dan KAN adalah dua organisasi adat Minangkabau berpengaruh di Sumatera Barat.
LKAAM didirikan tahun 1966 di tingkat Provinsi Sumatera Barat. Terstruktur sampai ke tingkat kecamatan. Akan tetapi tidak sampai ke nagari.
Sedangkan KAN didirikan dan besarnya di tingkat nagari. KAN ada di 544 Nagari induk dalam Provinsi Sumatera Barat.
Amanat sejarah kedua organisasi adat ini tidak saling menyebut. Meski, berdirinya sama-sama difasilitasi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Dalam amanat sejarah LKAAM tidak menyebut KAN, karena memang belum dikukuh hidupkan di nagari.
Dalam amanat sejarah berdirinya KAN tahun 1983 tidak menyebut sepatah pun kata LKAAM.
Namun kemudian dalam perjalanan sejarah besar organisasi adat ini, KAN ditarik-tarik (pengurus) LKAAM dan diklaim sepihak dalam AD/ART LKAAM.
LKAAM dalam AD/ARTnya itu menyebut “KAN urat tunggang” dan “LKAAM pucuak bulek”. Seolah LKAAM dipaksakan bertindak seperti atasan dari KAN akibat memaknai akar tunggang dan pucuak bulek itu.
Hal ini seperti istilah Minangkabau adalah Kata Kudian. Seperti kata-kata yang dicari-cari. Sehingga dalam prakteknya meninggalkan preseden buruk dan menciderai KAN.
Akibatnya ada beberapa fenomena, KAN di-SK-an oleh LKAAM. Bahkan mengukuhkan penghulu dan rajo di Nagari Beraja-raja yang biasa menjadi urusan “limbago adat kaumnya” .
Dan Karenanya selama ini ada KAN yang menolak kehadiran LKAAM di ngari. Karena khawatir preseden LKAAM mendirikan KAN Tandingan.
Fakta itu tidak jarang menciderai KAN itu sendiri di nagari menjadi terbelah, yakni satu sisi status guo “KAN yang sudah kukuh ada, dan quo vadis KAN tandingan yang dibentuk dan disyah-SK-kan oleh LKAAM.
Fenomena intervensi LKAAM selama ini dalam pengukuhan datuk penghulu dan rajo menimbulkan imej buruk kepada LKAAM sendiri.
Karena ketika LKAAM turut pula mengukuhkan datuk penghulu dan rajo yang menjadi hak kaum dan alamnya, tanpa disadari terbelah limbago penghulu/rajo dan organiasi KAN di nagari berpenghulu dan berajo-rajo.
Bahkan intervensi terhadap KAN, menjadi preseden LKAAM seperti menyeret KAN keluar dari amanat sejarahnya.
Dari preseden itu tadi, pengurus LKAAM yang baru sudah mensiasatinya dan mencermatinya serta memberikan koreksi total dan komit kembali secara murni dan konsekwen kepada khittah dan amanat sejarahnya.
Setidaknya itu beberapa esensi pemikiran jernih dari pembicaraan yang saya tangkap dalam beberapa kali bertemu dengan Ketua Umum Fauzai Bahar Dt. Nan Sati dan Sekretaris Umum Jasman Risal Dt. Bandaro Bendang serta unsur pimpinan lainnya.
Pemikiran jernih ini setidaknya menaruh substansi, menjelaskan kembali sejarah dan hubungan LKAAM dan KAN.
Hubungan LKAAM dan KAN
Bagaimana hubungan LKAAM dan KAN ? Tak lebih, hubungan LKAAM dan KAN sebatas koordinatif saja.
Hubungan KAN sesuai amanat sejarahnya dengan Wali Nagari pun sebatas hubungan “konsultatif” saja.
Hubungan Gubernur sebagai kepala daerah sampai ke kecamatan dengan KAN, ada dalam bentuk pembinaan hubungan kerja berupa: pengarahan/petunjuk baik lisan maupun tertulis dan bantuan/sumbangan lainnya.